Breaking News

AMDAL Nihil, Izin Kosong: Tambak Udang Koncui di Jelitik Jadi Sorotan


Bangka – Dugaan praktik tambak udang ilegal kembali membuat heboh di Kabupaten Bangka. Nama **Surya Darma alias Koncui**, yang sebelumnya sudah sering disebut-sebut sebagai bos tambak bermasalah, kembali muncul dalam kasus baru. Rabu (24/9/2025).


Ia diduga mendirikan tambak udang ‘siluman’ di kawasan pesisir **Jelitik, Sungailiat**, tanpa dokumen izin resmi.


Pantauan wartawan pada Senin (22/9/2025), aktivitas di lokasi berjalan normal. Kolam tambak sudah terisi, pekerja hilir-mudik, bahkan menurut warga sekitar, beberapa kali sudah dilakukan panen. 


Namun, yang mencurigakan, **tidak terlihat papan nama perusahaan maupun dokumen izin** terpampang di area tersebut.


“Tambak itu siluman, tak ada nama, tak ada izin. Tapi sudah produksi hampir setahun,” kata seorang warga Jelitik yang enggan disebutkan namanya.


*DLH Pastikan Tak Ada AMDAL*

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bangka, **Ismir**, menguatkan temuan tersebut. Ia menegaskan, hingga saat ini Koncui maupun CV Reka Sejahtera tidak pernah mengajukan dokumen **Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)** untuk tambak udang di wilayah Jelitik.

“Tempo hari Kuncui sempat datang tanya-tanya soal syarat AMDAL. Sudah kami jelaskan, tapi dia tidak pernah kembali mengurus. Artinya, memang tidak ada izin yang dia miliki,” ungkap Ismir.


Ia menambahkan, tanpa dokumen lingkungan, aktivitas tambak udang berpotensi besar menimbulkan pencemaran. 


Limbah tambak yang tidak dikelola dengan baik bisa langsung mengalir ke laut, merusak ekosistem pesisir, dan mengganggu kehidupan nelayan.

“AMDAL itu kunci utama. Tanpa itu, otomatis ilegal,” tegas Ismir.


*Retaknya Kongsi Bisnis*


Di tengah sorotan publik, beredar pula kabar bahwa hubungan bisnis antara Koncui dengan **CV Reka Sejahtera** yang dimiliki **Farida** mengalami keretakan.


“Informasi yang kami dengar, mereka pecah kongsi. Bahkan ada kabar sedang bagi-bagi aset,” kata Ismir.


Warga setempat membenarkan hal itu. Menurut mereka, Koncui kini memilih jalannya sendiri dengan membangun tambak di Jelitik tanpa menggandeng Farida. 


“Sekarang Kuncui bikin tambak sendiri, tapi siluman. Tak ada izin resmi,” ujar seorang warga.


*Enam Dokumen Krusial yang Wajib Dimiliki*

Fakta ini menambah panjang daftar dugaan pelanggaran yang dilakukan Koncui. Padahal, sesuai regulasi, usaha tambak udang **wajib mengantongi izin lengkap** sebelum beroperasi.


Setidaknya ada **enam dokumen krusial** yang harus dimiliki pelaku usaha:

1. **Izin lokasi usaha**
2. **AMDAL atau UKL–UPL**
3. **Izin Usaha Perikanan Budidaya (IUP-B) dari KKP**
4. **Izin pemanfaatan air dan limbah**, termasuk kewajiban membangun **Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)**
5. **Izin bangunan dan sarana pendukung**
6. **NPWP serta Nomor Induk Berusaha (NIB)**

Tanpa kelengkapan dokumen ini, usaha tambak bukan hanya ilegal secara hukum, tetapi juga berisiko tinggi merugikan masyarakat dan lingkungan.


*Risiko Pencemaran dan Konflik Sosial*


DLH mengingatkan, tambak udang tanpa izin cenderung abai terhadap aspek pengelolaan lingkungan. Limbah tambak yang dibuang langsung ke laut bisa menyebabkan **pencemaran air, kerusakan ekosistem pesisir, dan berkurangnya hasil tangkapan nelayan**.


“Intinya, AMDAL bukan satu-satunya izin. Semua dokumen harus lengkap baru bisa dikatakan legal,” tandas Ismir.


Seorang nelayan Jelitik mengaku resah dengan kehadiran tambak tersebut. “Kami khawatir laut tercemar, ikan makin susah ditangkap. Tambak ini memang masalah bagi kami,” keluhnya.


*Potensi Jerat Hukum**

Secara hukum, dugaan tambak udang ilegal ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ada potensi pidana yang bisa menjerat pelaku.

Dalam **UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup**, Pasal 109 menegaskan: setiap orang yang menjalankan usaha tanpa izin lingkungan dapat dipidana penjara **maksimal 3 tahun** dan denda hingga **Rp3 miliar**.

Selain itu, **UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan** juga mengatur bahwa kegiatan budidaya perikanan wajib memiliki izin resmi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (IUP-B). Pelanggaran atas ketentuan ini dapat dijerat pidana penjara **maksimal 6 tahun** dan denda **Rp2 miliar**.

Dengan demikian, kasus dugaan tambak udang siluman yang dikelola Koncui tidak bisa dianggap enteng. Aparat penegak hukum memiliki dasar yang kuat untuk melakukan penyelidikan dan penindakan.


*Lemahnya Pengawasan*

Fenomena ini sekaligus menyoroti lemahnya pengawasan di lapangan. Jika benar dibiarkan, praktik tambak ilegal berpotensi menjamur dan menjadi preseden buruk: seolah aturan hukum bisa diabaikan tanpa konsekuensi.

“Kalau dibiarkan, akan banyak tambak serupa berdiri. Lingkungan rusak, masyarakat rugi, dan hukum kehilangan wibawa,” kata seorang pemerhati lingkungan di Bangka.


*Belum Ada Jawaban dari Pihak Terkait*

Hingga berita ini diterbitkan, baik **Surya Darma alias Koncui** maupun **Farida** dari CV Reka Sejahtera belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dilayangkan media.


Kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintah daerah, aparat hukum, dan kementerian terkait. 


Apakah akan segera menertibkan tambak udang siluman di Jelitik, atau justru membiarkannya berjalan tanpa kepastian hukum.

Jika penegakan hukum tidak segera dilakukan, yang terancam bukan hanya kelestarian pesisir Bangka, tetapi juga **masa depan ribuan nelayan** yang menggantungkan hidupnya pada laut. (Sumber KBO Babel)
© Copyright 2022 - KRIMSUS
close