Mentok, Bangka Barat - Malam (04/11/2025), Mentok tidak tidur. Satgas Halilintar menggerebek gudang penampungan timah ilegal di Pal 1. Nama jaringan “Sin-Sin” kembali mengemuka dan bayang figur bos besar berinisial “J” kembali menghantui ruang diskusi publik Bangka Belitung.
Gudang itu selama ini disebut-sebut sebagai salah satu simpul kolektor timah ilegal paling kuat di Mentok. Karung-karung timah, tersusun rapat di dalam ruangan gelap, seperti perjamuan sunyi antar angka dan kapital. Puluhan karung itu kemudian diangkat keluar oleh Satgas Halilintar menjadi bukti bahwa rumor rakyat selama ini benar: ada gudang, ada penyimpanan, ada arus gelap.
Operasi ini berlangsung di jam di mana kota kecil biasanya mematikan lampu teras. Masyarakat Mentok datang melihatnya langsung.
Mereka berdiri di pinggir jalan, beberapa diam, beberapa berbisik, beberapa menggenggam ponsel, ada yang mencatat diam-diam. Tak ada riuh. Yang ada hanya atmosfir yang terasa “akhirnya disentuh juga”.
Nama “Sin-Sin” sudah lama jadi bisik-bisik. Nama bos besar berinisial J sudah lama jadi mitologi gelap.
Ia tidak muncul malam itu, tapi bayangannya justru paling besar dalam cerita ini. Ia hadir dalam “ketidakhadiran”.
Beberapa media lokal sebelumnya sudah memotret pola narasi yang sama: jaringan kolektor, gudang pengumpul, dan timah ilegal yang mengalir dari penambang klasik menuju gudang sunyi lalu entah ke mana. Seolah Mentok selama ini punya “ruang paralel” yang tidak diawasi negara.
Di malam penggerebekan itu, masyarakat Mentok tiba-tiba menjadi corong moral:
“Kami ini bukan tak paham,” kata seorang warga yang menyaksikan operasi dari jarak 10 meter. “Ilegal itu selalu lebih cepat dari negara. PAD Bangka Barat ini akan terus keropos kalau timah dibiarkan jadi jalan tikus. Setiap karung ilegal itu sama dengan uang daerah hilang, lingkungan hancur, dan moral sosial masyarakat ikut runtuh.”
Kalimat itu seperti pasak, ditancap ke tanah Bangka Barat. Karena memang benar hilangnya PAD bukan metafora.
Kegiatan ilegal pengolahan, pembelian, dan distribusi timah:
1. Menghapus potensi pajak daerah
2. Menjadikan wilayah ini hanya “koridor keluarnya mineral”
3. Meninggalkan lubang-lubang galian yang tak pernah kembali menjadi ekosistem
Sumber daya alam ini bukan hanya hilang, ia diubah menjadi angka-angka gelap. Angka gelap itu lebih mengerikan daripada senjata, ia merusak nilai sosial diam-diam dari generasi ke generasi.
Maka malam itu, karung-karung timah yang diangkat keluar dari gudang Sin-Sin adalah bukti fisik tapi maknanya lebih luas.
Itu adalah karung-karung waktu.
Waktu yang selama ini bekerja untuk kepentingan jaringan gelap.
Waktu yang selama ini mengalir keluar Mentok sebagai keuntungan yang tak dicatat.
Ketika Satgas Halilintar menutup pintu gudang itu malam itu sebetulnya bukan gudang yang ditutup.
Yang ditutup itu adalah akses kapital gelap, meski sementara, meski baru satu simpul tapi publik merasa bahwa ada tangan negara yang kembali mau menyentuh pulau ini.
Mentok memang kota kecil.
Tapi ingat satu hal: Kadang, perlawanan terhadap jaringan besar tidak dimulai dari pemimpin besar melainkan dari satu malam yang tak bisa dilupakan seluruh kampung. Malam 4 November itu adalah malam itu



Social Header